Oleh: Aisyah Nur Adhayani*

Kita lahir dari tangan yang sama,
dibentuk rapi, sepasang jiwa.
Langkah demi langkah kita jalani,
menyusuri jalan, menari di bumi.

Aku di kiri, kau di kanan,
tak pernah jauh, selalu berdekatan.
Hujan mengguyur, debu menghadang,
tetap melangkah, tak kenal bimbang.

Kadang kotor, kadang luka,
tetap bersama, tak lelah jua.
Jika satu hilang, yang lain pun merana,
karena sepasang takkan utuh sendirian saja.

Kita menemani langkah pemilik kita,
di jalan berliku, di tanah berbatu.
Terkadang terburu, terkadang perlahan,
tapi selalu bersama, tak tergantikan.

Saksi bisu impian yang dikejar,
jejak-jejak perjuangan yang terukir lebar.
Meski akhirnya akan tergantikan,
kisah kita takkan terlupakan.

Melewati pagi yang penuh semangat,
hingga malam yang sunyi dan penat.
Berlari, melompat, menari di jalan,
tak pernah mengeluh, tak pernah bosan.

Di rak tua nanti kita terdiam,
tak lagi dipakai, mulai terlupakan.
Namun kenangan yang kita tinggalkan,
akan hidup dalam langkah yang berjalan.

Terkadang diikat erat, terkadang kendur,
menyesuaikan ritme, tak pernah mundur.
Kadang basah, kadang berdebu,
tapi tetap teguh, selalu bersatu.

Bukan sekadar kain dan tali,
kita saksi perjalanan hati.
Di setiap lompatan dan langkah kecil,
ada cerita yang tak akan usang tertinggil.

Walau akhirnya kan digantikan,
dengan sepasang yang lebih menawan.
Namun jejak kita di jalanan,
akan selalu jadi kenangan.

Hingga usang, hingga lusuh,
kita tetap ada dalam satu peluk.
Tak peduli waktu memisahkan raga,
kenangan kita tetap bernyawa.

Watansoppeng, 29 Maret 2025

*Penulis adalah Siswi SMPN 1 Watansoppeng Kelas IX.2

(Visited 26 times, 2 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *